Dunia Kehilangan Jutaan Hektar Hutan Akibat Kebakaran Ekstrem
Planet Bumi menghadapi ancaman serius seiring meningkatnya frekuensi intensitas kebakaran hutan secara global. Data terbaru dari Universitas Maryland yang dirilis melalui platform Global Forest Watch menunjukkan fakta yang mencemaskan tutupan pohon dunia hilang dalam laju yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sepanjang tahun 2021 saja area hutan primer tropis seluas 3,75 juta hektar musnah setara dengan kehilangan lahan hijau seluas sepuluh lapangan sepak bola setiap menitnya.
Kondisi ini menandakan eskalasi krisis iklim yang nyata. Api tidak hanya melahap hutan di kawasan tropis tetapi juga mengamuk hebat di wilayah boreal utara. Total kehilangan tutupan pohon di daerah tropis pada 2021 mencapai 11,1 juta hektar. Angka ini mengkhawatirkan sebab hutan merupakan benteng pertahanan vital bagi keseimbangan karbon juga keanekaragaman hayati planet ini.
Peningkatan kehilangan hutan akibat amukan api bukanlah fenomena biasa. Para ilmuwan menunjuk perubahan iklim sebagai biang keladi utama. Kondisi cuaca yang lebih panas serta lebih kering memicu musim kebakaran yang lebih panjang juga lebih ekstrem. Hal ini menciptakan lingkaran setan di mana kebakaran melepaskan karbon dalam jumlah masif yang kemudian mempercepat pemanasan global.
Data satelit dari Universitas Maryland memberikan gambaran terperinci mengenai lokasi-lokasi yang paling parah terdampak. Analisis ini memisahkan kehilangan tutupan pohon akibat kebakaran dari penyebab lain seperti alih fungsi lahan untuk pertanian. Hasilnya menunjukkan bahwa kebakaran menjadi pendorong kerusakan yang semakin dominan di berbagai belahan dunia.
Secara spesifik hutan boreal terutama di Rusia mengalami kehilangan tutupan pohon pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2021. Wilayah Siberia di Rusia mencatatkan rekor kebakaran terburuk dalam sejarah. Asap tebal dari kebakaran di Siberia bahkan dilaporkan mencapai Kutub Utara untuk pertama kalinya fenomena yang menggarisbawahi skala masif dari bencana ekologis ini.
Kebakaran di Siberia tidak hanya menghancurkan vegetasi. Api juga membakar lahan gambut yang selama ini terkunci di bawah lapisan es (permafrost). Terbakarnya lahan gambut ini melepaskan simpanan karbon kuno dalam jumlah sangat besar ke atmosfer memperparah efek rumah kaca secara signifikan.
Vincent Henri Peuch selaku kepala Layanan Pemantauan Atmosfer Copernicus (CAMS) menyuarakan keprihatinannya.
"Ketika lahan gambut terbakar itu membuka kunci simpanan karbon yaitu permafrost. Ini mengubah lanskap dan mempengaruhi siklus karbon."
Selain Rusia negara-negara tropis juga menghadapi tekanan hebat. Bolivia misalnya kembali mencatatkan rekor tertinggi kehilangan hutan primer yakni sebesar 291 ribu hektar pada 2021. Angka tersebut menempatkan Bolivia di posisi ketiga negara dengan kehilangan hutan primer tropis terbanyak melampaui Indonesia. Pemicu utamanya adalah kombinasi kebakaran serta ekspansi pertanian skala besar.
Republik Demokratik Kongo juga terus berjuang dengan laju kehilangan hutan primer yang tinggi. Negara ini kehilangan hampir setengah juta hektar pada tahun 2021. Penyebab utamanya adalah perambahan untuk pertanian skala kecil serta penebangan pohon untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat.
Dampak dari masifnya kebakaran hutan ini bersifat multidimensional. Emisi karbon dioksida dari kebakaran hutan tropis pada 2021 saja diperkirakan mencapai 2,5 gigaton. Angka ini setara dengan emisi bahan bakar fosil tahunan dari negara sepadat India.
Kehilangan hutan juga berarti hilangnya keanekaragaman hayati secara permanen. Ekosistem yang kompleks membutuhkan waktu puluhan tahun untuk pulih. Banyak spesies flora fauna kehilangan habitatnya untuk selamanya. Selain itu kualitas udara memburuk pasokan air bersih terancam serta kehidupan jutaan orang yang bergantung pada hutan menjadi tidak menentu.
Pemerintah berbagai negara bersama organisasi lingkungan global telah berupaya menanggulangi kebakaran. Namun tantangan yang dihadapi sangat besar. Luasnya wilayah yang terdampak kondisi cuaca yang sulit diprediksi serta keterbatasan sumber daya menjadi hambatan utama dalam upaya pemadaman.
Platform seperti Global Forest Watch dari World Resources Institute (WRI) menyediakan sistem pemantauan serta peringatan dini kebakaran nyaris seketika (near real-time). Teknologi ini sangat membantu upaya mitigasi memungkinkan respons yang lebih cepat untuk memadamkan api sebelum meluas tak terkendali.
Meskipun demikian teknologi saja tidak cukup. Perlu ada komitmen global yang lebih kuat untuk mengatasi akar masalah yakni perubahan iklim. Transisi menuju energi bersih penghentian deforestasi serta praktik pengelolaan lahan yang berkelanjutan menjadi kunci untuk memutus siklus bencana kebakaran hutan ini.
Data yang ada menjadi peringatan keras bagi seluruh dunia. Aksi kolektif yang tegas diperlukan untuk melindungi hutan yang tersisa. Tanpa hutan sebagai paru-paru dunia masa depan planet ini berada dalam ancaman yang kian nyata.

Komentar
Posting Komentar